Jumat, 02 Oktober 2015

Fisafat Pendidikan


KELOMPOK 1 :
1.      AMETIKA SIANTURI
2.      ARNITASARI SIREGAR
3.      M. SUMAR AINISYAH PUTRA
4.      PRATAMA GIRSANG
5.      PUTRI NUR PRATIWI
6.      RELIMAN GEA

Latihan :
1. Simpulkanlah pengertian aliran-aliran filsafat pendidikan!
2. Kritisilah salah satu aliran pendidikan sesuai dengan pilihan anda, dan gunakanlah pendapat para ahli atau filsuf dari sumber lain (buku atau internet)!
3.             Susunlah rencana pembelajaran sesuai dengan konsep atau pandangan aliran yang kamu kritisi tersebut!

Jawaban :
1.             Filsafat pendidikan adalah terapan dari filsafat umum yang dilaksanakan dalam pandangan dan kaidah bidang pendidikan yang berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, masyarakat, dan dunia, menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam lapangan pendidikan.
Aliran-aliran filsafat pendidikan :
1.1.       Filsafat pendidikan idealisme
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi, bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
1.2.       Filsafat pendidikan realisme
Pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan pendidikan yang. Tujuan pendidikan realisme adalah untuk “ penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Pendidikan bertujuan agar siswa dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial kepada siswa. Pengetahuan tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
1.3.       Filsafat pendidikan materialisme
Materilisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Bahkan menurut Henderson (1956). Materialisme belum pernah menjadi penting dalam menentukan sumber teori pendidikan. Filsafat positivisme sebagai cabang dari materialism lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara factual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidikan dan mengutamakan sains pendidikan. Dikatakn positivisme, karena mereka beranggapan bahwa yang dapat kita pelajari hanyalah yang mendasarkan fakta-fakta,berdasarkan data-data yang nyata,yaitu yang mereka namakan positif.
1.4.       Filsafat pendidikan pragmatisme
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan. Dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan.
1.5.       Filsafat pendidikan eksistensialisme
Filsafat ini dalam pendidikan sangat erat hubungannya, dimana keduanya membahas masalah yang esensi yaitu manusia, hubungan antar manusia, hidup, hakikat kpribadian, dan kebesan. Pendidikan, proses pembelajaran, harus berlangsung sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksaan pengetahuan, sikap dan keterampilan, melainkan ditawarkan. Menuntun pesertas didik agar dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Guru hendaknya memberikan kebebasan kepada peserta didikuntuk memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu menemukan makna dari kehidupan mereka.
1.6.       Filsafat pendidikan progresivisme
Bagi progresivisme, gagasan atau kenyataan yang menunjukkan adanya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat ditentang oleh progresivisme. Menurut progresivisme, sekolah yang baik adalah masyarakat yang baik dalam bentuk kecil, sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dalam lingkungan sekolah. Sekolah hendaknya merupakan suatu mikrokosmos dari masyarakat yang lebih luas. Menurut progresivisme, pendidikan selalu dalam proses perkembangan dan sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus. Progresivisme menekankan enam prinsip mengenai pendidikan dan belajar
1.7.       Filsafat pendidikan parenialisme
Perenialisme memandang edukation as cultural regresion: pendidikan sebagai jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
1.8.       Filsafat pendidikan esensialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang. Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis, aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap kurikulum sekolah dasar yang baik. Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi ssecara efektif dalam masyarakat beradab. Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kosmis.
1.9.       Filsafat pendidikan rekonstruksionalisme
Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. Sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh karena itu, kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan bagi para warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan mereka bersama.

2.             Filsafat Pendidikan Materialisme
Meurut Karl Marx bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi, dan di dalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat pada muatannya terdapat kesadaran-kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang semuanya adalah suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor yang mempunyai peran untuk melahirkannya, yaitu adanya pendorong atau daya yang digunakan materi atau benda, dan pada prinsipnya kecenderungan manusia untuk berbuat dan bertindak yang disebabkan oleh faktor materi yang ada disekitarnya (Hadjono, 1986 : 121). Menurut Karl Marx ini adalah manusia dalam pendidikan bahwa mempunyai ketergantungan tersendiri dalam kepentingannya sehingga dengan berbagai cara yang dilakukan manusia untuk memperolehnya. Ini tergantung pada kondisi dan kepentingan individu dalam sekolah atau dunia pendidikan, sehigga yang menjadi korban dalam pendidikan adalah masyakat pada umumnya dan peseta didik pada khususnya.
Namun dalam filsafat kebenaran pendidikan sesungguhnya tidak pada keadaan materi saja manusia itu memperolehnya namun dengan kebenaran yang dilakukan. Dewasa ini, dalam dunia pendidikan jarang seorang guru memiliki kebenaran esensi dalam mengajar. Untuk pendidikan, materialisme memandang bahwa proses belajar merupakan proses kondisionisasi lingkungan serta menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis empiris sebagai hasil kajian sains atau alam, sedangkan perilaku sosial sebagai hasil belajar. Tetapi yang sebenarnya bahwa gagasan dalam pendidikan tidak mementingkan kepentingan pribadi sendiri, namun secara umum dipikirkan. Seperti halnya teori Karl Marx yang telah banyak mengalami kritikan.
Pemikiran Marx yang mengkritik idealisme lebih mengarah pada politik, sosial dan ekonomi karena arah filsafat Marx lebih ke filsafat ekonomi. Marx tidak menyukai adanya perbedaan kelas dalam kehidupan bermasyrakat (Hardiman, 2007). Proses dialektika ini dia metaforakan dengan proses pergelutan antar kelas sosial. Menurut Marx sendiri ada dua kelas sosial. Kelas pertama adalah kelas borjuis (antitesis), artinya kelas borjuis ini merupakan orang-orang di masyarakat yang menguasai modal dalam produksi, seperti pengusaha, pemegang saham, bankir dan lain-lain di sistem ekonomi kapitalis. Kelas yang kedua adalah kelas proletar, artinya kelas proletar ini terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki modal untuk memproduksi barang, namun merekalah alat produksi yang sebenarnya dimiliki oleh para orang borjuis. Kedua kelas ini-kelas borjuis dan kelas proletar-selalu bertentangan karena Marx selalu beranggapan bahwa kelas borjuis akan selalu menindas orang-orang proletar (dinamika antara tesis dan antitesis) karena itu kaum proletar berusaha melawan kaum borjuis. Proses sintesis yang diinginkan oleh Marx adalah revolusi buruh, yaitu hilangnya batas antara kelas borjuis dan kelas proletar dan kemudian tercipta masysrakat tanpa kelas (Hardiman, 2007).
Jadi, materialisme merupakan hasil dari kritik dua pengikut Hegel yang disebut pula Hegelian. Kedua tokoh materialisme yang merupakan murid Hegel memiliki pandangan yang berbeda. Para pengikut materialisme merupakan orang yang atheis.


3.             Rencana pembelajaran filsafat materialisme adalah sebagai berikut :
3.1.       Pandangan Filsafat Ideologi Pendidikan yang Terjadi Sekolah
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah.  Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan .(approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai :
1.             Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik
2.             Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa
3.             Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik
4.             Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid
5.             Guru menjadi teman dari para muridnya
6.             Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar
7.             Guru harus bisa menjadi idola para siswa
8.             Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya
9.             Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif
10.         Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya
11.         Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar
12.         Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil
13.         Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi
14.         Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
3.2.       Pandangan Filsafat Matrealistis Pendidikan yang Terjadi Sekolah
Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusun konsep pendidikan secara eksplisit. Rahkan menurut Henderson (1959), materialisme belum pemahaman menjadi pentir dalam menentukan sumber teori pendidikan. Menurut Waini Rasyidin (1992), filsafat positivisme sebagai cabang dari materalisme lebih cenderung menganalisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi upaya dan hasil pendidikan secara faktual. Memilih aliran positivisme berarti menolak filsafat pendidkan dan mengutamakan sains pendidikan. Sains pendidikan sangat berguna dalam penelitian-penelitan ilmiah, yang berupaya memeriksa (memverifikasi) berbagai hipotesis hubungan antarfaktor (antarvariabel). Sains pendidikan yang dipergunakan dalam mempelajari pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, ialah berdasarkan pada hasil temuan dan kajian ilmiah dalam psikologi, yaitu psikologi aliran “behaviorisme”.
Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang menipakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Gerakan fisik yang terjadi dalam otak, kita sebut berpikir, dihasilkan oleh peristiwa lain dalam dunia materi, baik materi yang berada dalam tubuh manusia maupun materi yang berada di luar tubuh manusia. Behaviorisme yang berakar pada positivisme dan materialisme telah populer dalam menyusun teori pendidikan terutarna dalam teori belajar, yaitu apa yang disebut dengan “conditioning theory”, yang dikembangkan oleh EL. Thorndike dan B.F. Skinmer. Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing.
Dengan percobaan ini, pengikut behaviorisme ingin menunjukkan bahwa manusia dapat dibentuk. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan. Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (Materialisme dan posi tivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidkan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagai hasil belajar. Sebagai aliran yang dilandasi positivisme dan matebehaviorisme mengabaikan faktor intrapsikhis.
Hal ini beraru dalam proses belajar tidak berorientasi pada apa yang terdapat dalam diri siswa (misainya harapan siswa, potensialitas siswa, kemauan siswa, dan sebagainya). Tujuan pendidikan bersifat eksternal, dalam arti ditentukan dan dirumuskan oleh lingkungan, tanpa memperhitungkan factor internal siswa yang belajar. Henderson memberikan kritik pada materialisme, dengan mengemukakan bahwa secara filosofi maupun psikologis, materialisme tidak memadai, karena tidak mungkin menerangkan bagaimana materi dalam gerak dapat berubah menjadi kesusilaan, nilai-nilai spirtual, aktivitas kreatif dari akal itu sendiri. Keberatan lain terhadap behavionisme yang dilandasi materialisme adalah karena behaviorisme menerangkan segala sesuatu secara mekanistis. Manusia merupakan mesin reaksi, sehingga pendidikan hanyalah soal mempengaruhi refleks dan perbuatan saja, yaitu perilaku yang hanya dapat diamati dan dapat diukur. Behaviorisme sama sekali tidak memberikan perhatian terhadap penghayatan seseorang tentang nilai-nilai, melainkan bagaimana perbuatan dan keterampilan dalam menampilkan nilai tersebut.
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behavionsme yang bersurnber pada filsafat meterialisme, sebagai berikut :
1.      Tema Manusia yang baik dan efisien dahasilkan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama
2.      Tujuanpendidikan. Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tangungjawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks
3.      Kurikulum Isi. pendidikan mencak pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku
4.      Metode. Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi (SR conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi
5.      Kedudukan siswa. Tidak ada kebebasan. Perilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran sudah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar
6.      Peranan guru. Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa